Pada umumnya penelitian mengenai struktur modal difokuskan pada proporsi antara hutang (debt) dengan modal (equity) yang dilihat pada sisi kanan dari neraca perusahaan. Tujuan dari manajemen struktur modal ini adalah untuk memadukan sumber dana permanen yang dapat digunakan oleh perusahaan untuk memaksimalkan nilai perusahaan. Setiap perusahaan berusaha untuk mencapai struktur modal yang optimal supaya dapat memaksimalkan nilai perusahaan tersebut. Menurut Vale (1989), “Struktur modal menggambarkan kombinasi pembiayaan jangka panjang yang digunakan untuk memperoleh aset suatu bisnis” (p.51). Sasaran pokok bagi manajer keuangan adalah mencari struktur modal yang optimal. Sejalan dengan pengertian di atas, menurut Ross; Westerfield; dan Jordan (2003), ”Struktur modal adalah kombinasi yang spesifik antara hutang jangka panjang dan ekuitas yang digunakan perusahaan dalam membiayai perusahaannya” (p.567). Kombinasi tersebut akan mempengaruhi resiko dan nilai dari perusahaan. Brigham dan Houston (2001) mengatakan bahwa Struktur modal yang optimal harus berada pada keseimbangan antara risiko dan pengembalian yang memaksimumkan harga saham(p.12-13).
Variabel-Variabel Yang Mempengaruhi Struktur Modal
Menurut Rajan dan Zingales (1995), terdapat empat variabel yang mempengaruhi leverage. Variabel-variabel tersebut adalah market-to-book ratio, tangibility, profitability, dan firm size. Mengikuti penelitian yang dilakukan oleh Baker dan Wurgler, fokus pada penelitian ini ada pada market-to-book ratio, sebagai proxy dari equity market timing. Namun penelitian ini tetap memasukkan ketiga variabel lainnya, yaitu tangibility, profitability, dan firm size sebagai variabel kendali. Market-to-book ratio merupakan proxy dari kesempatan investasi dan persepsi dari mispricing (overvalued atau undervalued). Market-to-book ratio ini juga mengindikasikan tingkat kemakmuran suatu perusahaan dengan perbandingannya adalah jumlah modal yang diinvestasikan ke dalam perusahaan oleh para pemegang saham di masa sekarang dan masa lalu. Market-to-book ratio yang tinggi juga mengindikasikan adanya peningkatan pembiayaan eksternal perusahaan dan sebaliknya. Market-to-book ratio didefinisikan sebagai market value of assets dibagi dengan book value of assets.
Tangibility. Berdasarkan perspektif trade-off theory dan agency theory, perusahaan-perusahaan yang mempunyai fixed assets dalam jumlah yang banyak, akan cenderung mempunyai jumlah hutang lebih banyak daripada perusahaan-perusahaan yang mempunyai fixed assets dalam jumlah yang sedikit (Smart,Megginson, dan Gitman, 2004). Hal ini disebakan karena fixed assets dapat digunakan sebagai jaminan apabila perusahaan mengalami kesulitan keuangan sehingga perusahaan akan mencari pinjaman dari luar. Fixed assets ini memiliki bentuk fisik dan mudah dinilai oleh pemberi hutang, karena itu fixed assets ini lebih mudah dijaminkan daripada intangible assets. Tangibility didefinisikan sebagai tanah, properti dan peralatan.
Profitability. Frank dan Goyal (2004) mencatat bahwa perusahaan-perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi, cenderung mempunyai tingkat hutang yang rendah. Hal ini dapat dijelaskan melalui pecking order theory yang menyatakan bahwa perusahaan-perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi mempunyai sumber dana internal yang melimpah. Profitability didefinisikan sebagai earning before interest and taxes (EBIT). EBIT ini juga bisa dianggap sama sebagai operating profit yang dapat mengukur kinerja dari aktivitas komersial perusahaan tanpa memperhatikan pembiayaan (Solomon dan
Pringle, 1977).
Firm size mengindikasikan bahwa semakin besar suatu perusahaan semakin besar pula tingkat hutangnya (Smart, Megginson, dan Gitman, 2004). Hubungan yang positif antara firm size dan leverage ini dikarenakan perusahaan besar mempunyai tingkat kredibilitas yang lebih tinggi daripada perusahaan kecil sehingga perusahaan besar mempunyai akses yang lebih mudah untuk mendapatkan pinjaman. Perusahaan besar ini pada umumnya lebih dikenal oleh pihak luar seperti investor dan analis, sehingga informasi yang diterima pihak luar simetris dengan manajer perusahaan. Perusahaan yang kecil atau masih muda
kemungkinan memiliki kas inflows yang rendah dalam menghadapi peluang investasi yang menguntungkan, tidak mempunyai akses untuk masuk pada pasar modal regular, sehingga pada saat yang bersamaan ini perusahaan kecil enggan untuk mengajak pihak luar (outsiders) sebagai partner atau rekan kerja (Solomon dan Pringle, 1977). Firm size didefinisikan sebagai logaritma dari net sales.
Variabel terakhir yang dimasukkan adalah lagged leverage. Lagged leverage dimasukkan karena apabila lagged leverage tidak dikontrol akan membuat efek dari variable-variabel lainnya tidak tampak. Nilai leverage dibatasi antara nol dan satu. Apabila leverage mendekati salah satu dari batasan ini (mendekati nol atau mendekati satu) maka perubahan leverage akan terjadi satu arah tanpa dipengaruhi oleh nilai dari variabel-variabel lainnya.
Variabel-Variabel Yang Mempengaruhi Struktur Modal
Menurut Rajan dan Zingales (1995), terdapat empat variabel yang mempengaruhi leverage. Variabel-variabel tersebut adalah market-to-book ratio, tangibility, profitability, dan firm size. Mengikuti penelitian yang dilakukan oleh Baker dan Wurgler, fokus pada penelitian ini ada pada market-to-book ratio, sebagai proxy dari equity market timing. Namun penelitian ini tetap memasukkan ketiga variabel lainnya, yaitu tangibility, profitability, dan firm size sebagai variabel kendali. Market-to-book ratio merupakan proxy dari kesempatan investasi dan persepsi dari mispricing (overvalued atau undervalued). Market-to-book ratio ini juga mengindikasikan tingkat kemakmuran suatu perusahaan dengan perbandingannya adalah jumlah modal yang diinvestasikan ke dalam perusahaan oleh para pemegang saham di masa sekarang dan masa lalu. Market-to-book ratio yang tinggi juga mengindikasikan adanya peningkatan pembiayaan eksternal perusahaan dan sebaliknya. Market-to-book ratio didefinisikan sebagai market value of assets dibagi dengan book value of assets.
Tangibility. Berdasarkan perspektif trade-off theory dan agency theory, perusahaan-perusahaan yang mempunyai fixed assets dalam jumlah yang banyak, akan cenderung mempunyai jumlah hutang lebih banyak daripada perusahaan-perusahaan yang mempunyai fixed assets dalam jumlah yang sedikit (Smart,Megginson, dan Gitman, 2004). Hal ini disebakan karena fixed assets dapat digunakan sebagai jaminan apabila perusahaan mengalami kesulitan keuangan sehingga perusahaan akan mencari pinjaman dari luar. Fixed assets ini memiliki bentuk fisik dan mudah dinilai oleh pemberi hutang, karena itu fixed assets ini lebih mudah dijaminkan daripada intangible assets. Tangibility didefinisikan sebagai tanah, properti dan peralatan.
Profitability. Frank dan Goyal (2004) mencatat bahwa perusahaan-perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi, cenderung mempunyai tingkat hutang yang rendah. Hal ini dapat dijelaskan melalui pecking order theory yang menyatakan bahwa perusahaan-perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi mempunyai sumber dana internal yang melimpah. Profitability didefinisikan sebagai earning before interest and taxes (EBIT). EBIT ini juga bisa dianggap sama sebagai operating profit yang dapat mengukur kinerja dari aktivitas komersial perusahaan tanpa memperhatikan pembiayaan (Solomon dan
Pringle, 1977).
Firm size mengindikasikan bahwa semakin besar suatu perusahaan semakin besar pula tingkat hutangnya (Smart, Megginson, dan Gitman, 2004). Hubungan yang positif antara firm size dan leverage ini dikarenakan perusahaan besar mempunyai tingkat kredibilitas yang lebih tinggi daripada perusahaan kecil sehingga perusahaan besar mempunyai akses yang lebih mudah untuk mendapatkan pinjaman. Perusahaan besar ini pada umumnya lebih dikenal oleh pihak luar seperti investor dan analis, sehingga informasi yang diterima pihak luar simetris dengan manajer perusahaan. Perusahaan yang kecil atau masih muda
kemungkinan memiliki kas inflows yang rendah dalam menghadapi peluang investasi yang menguntungkan, tidak mempunyai akses untuk masuk pada pasar modal regular, sehingga pada saat yang bersamaan ini perusahaan kecil enggan untuk mengajak pihak luar (outsiders) sebagai partner atau rekan kerja (Solomon dan Pringle, 1977). Firm size didefinisikan sebagai logaritma dari net sales.
Variabel terakhir yang dimasukkan adalah lagged leverage. Lagged leverage dimasukkan karena apabila lagged leverage tidak dikontrol akan membuat efek dari variable-variabel lainnya tidak tampak. Nilai leverage dibatasi antara nol dan satu. Apabila leverage mendekati salah satu dari batasan ini (mendekati nol atau mendekati satu) maka perubahan leverage akan terjadi satu arah tanpa dipengaruhi oleh nilai dari variabel-variabel lainnya.